Rabu, 18 Juni 2008

LEARNING ORGANIZATION: DIANOGSIS BUILDING BLOCK


MENGHIDUPKAN BIBIT ORGANISASI PEMBELAJAR

Apakah Anda termasuk salah satu pemimpin organisasi yang berpikir bahwa cara terbaik untuk menjadi organisasi pembelajar adalah dengan artikulasi visi yang jelas, rancangan skema insentif yang tepat dan pelatihan yang banyak? Kalau ya, Anda sesungguhnya sedang meresikokan organisasi Anda. Ketatnya persaingan, majunya teknologi dan mudahnya perubahan dalam pilihan para pelanggan maupun pekerja andalan Anda- melakukan hal di atas saja akan membuat organisasi Anda jalan di tempat. Dan itu berarti membuka jalan untuk para pesaing menyalip dan mengalahkan Anda dengan mudah.

Lalu apa yang dibutuhkan untuk menjadi Organisasi Pembelajar yang membuat pekerja dan pelanggan betah bekerjsa sama dengan organisasi Anda? David A. Garvin, A.C. Edmonsond dan F. Gino merumuskannya dalam tiga proposisi (1) Lingkungan pembelajaran yang mendukung (2) proses dan praktek pembelajaran yang konkret (3) perilaku pucuk pimpinan yang mendorong pembelajaran. (HBR edisi Maret 2008).

Organisasi pembelajar dapat didefinisikan sebagai sebuah tempat di mana para karyawannya unggul dalam melakukan penciptaan, pengembangan dan pen-transferan pengetahuan. Konsep organisasi pembelajar bukanlah hal baru. Konsep ini sudah ditiupkan pada tahun 1980-an dan bergema tahun 1990an saat Peter M. Senge memperkenalkan buku The Fifth Discipline. Dan sejak saat itu hampir semua media mulai dari situs web, seminar lokakarya dan majalah tidak habis-habisnya membahas tema tersebut.

Adalah R.W. Revans, yang meniupkan wacana OP. Dalam buku The Origins and Growth of Action Learning (1982) ia mengutarakan pentingnya pembelajaran dalam sebuah organisasi lewat rumusan hubungan dinamis L (Learning) dan C (Change) yang terkenal. Berikut adalah premis Revans :
Jika tempo L (pembelajaran) organisasi lebih kecil dari (<) C (perubahan) lingkungan bisnis maka organisasi akan kehilangan kecocokan strategisnya (strategic fit) dan sumberdaya intelektual organisasi akan mengalami kemunduran dan kemandulan. Jika L ((pembelajaran) organisasi sama dengan (=)C (perubahan) maka organisasi tersebut akan berada pada titik kesimbangan yang artinya dapat berlari cukup kencang menandingi perubahan- ataupun akan berada pada titik ketidak-seimbangan jika landasan pembelajaran dan pengembangan intelektualnya sedikit tertinggal dari para kompetitor dan juga pelanggannya. Jika tempo L (Pembelajaran) organisasi lebih besar dari (>) C (Perubahan) maka organisasi itu akan berada pada posisi ‘selalu mampu bertumbuh dan berbuah’ . Dan keadaan ini seharusnya menjadi tujuan utama dari sebuah organisasi pembelajar.”
Namun demikian, setelah hampir tiga dekade berlalu, wacana mengenai OP tidak berkembang produktif karena banyak berkisar pada tataran konseptual dan bukan praksis-konkret. Akibatnya banyak rekomendasi para ahli sulit diimplementasikan. Para manajer kesulitan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang diperlukan untuk bergerak lebih jauh. Kalaupun bersifat praksis, sasarannya lebih banyak kepada para CEO atau eksekutif senior dan bukan kepada manajer menengah atau yang lebih rendah (departemen atau unit) dimana pekerjaan organisasi yang penting dilaksanakan oleh mereka. Hal utama yang juga hampir terbaikan adalah alat bantu mendianogsis/ asessmen terhadap praktek OP. Tanpa alat bantu ini sesungguhnya segala klaim keberhasilan terkait OP tentu dapat dinilai prematur karena organisasi tidak memiliki “alat ukur” akurat saat membandingkan diri dengan yang lain.

Atas dasar ini maka Garvin dkk. melakukan riset dan meramu peta yang lebih akurat guna membantu para pimpinan tingkat atas maupun unit di level terendah dapat mengelola organisasi pembelajar secara praktis. Tiga proposisi di atas dieksplorasi sedemikian rupa dan dinamakan “the building block” (balok landasan ) OP. Balok landasan ini sekaligus dapat berfungsi sebagai proses kerja dan juga alat diagnosis.

Berikut adalah “Balok Landasan” versi Garvin dkk. Balok Landasan 1: Lingkungan Pembelajaran yang Mendukung. Empat karakteristik yang membangun lingkungan ini yakni (a) Rasa Aman Psikologis Untuk belajar karyawan tidak boleh dalam keadaan takut atau tertekan sebaliknya mereka harus dapat merasakan kenyamanan saat mengutarakan pemikiran merkea mengenai pekerjaannya. (b) Penghargaan terhadap yang Berbeda. Pembelajaran terjadi ketika orang menyadari adanya perbedaan pendapat. (c) Keterbukaan terhadap ide baru. Belajar bukan hanya soal memperbaiki kesalahan melainkan juga mencari pendekatan baru. Dan itu berarti karyawan perlu diberi kesempatan untuk mengambil resiko dan mengeksplorasi hal-hal yang belum teruji dan belum diketahui. (d) Waktu untuk Melakukan Refleksi. Ketika orang menjadi sangat sibuk dan terlalu tertekan oleh jadwal dan deadline kemampuan melakukan analisa dan berpikir kreatif menciut.

Balok Landasan 2 : Proses dan Praktek Pembelajaran yang Konkret. Organisasi pembelajar tidak pernah lahir dalam kevakuman, sebaliknya lahir justru dari langkah-langkah konkret aktivitas yang terdistribusi a.l. yang mencakup (a) Experimentasi/ujicoba guna mengembangkan dan menguji produk dan layanan yang baru.(b) Pengumpulan Informasi secara sistimatis mengenai kompetitior, pelanggan dan tren dalam teknologi (c) Analisis dan interpretasi untuk memecahkan masalah serta (d) Edukasi dan Pelatihan untuk yang pegawai baru dan juga yang sudah berpengalaman serta (e) Transfer Pengetahuan yang sistematik dan terarah pada tingkat individu, kelompok dan seluruh organisasi.

Balok Landasan 3 : Perilaku para Pimpinan yang Mendukung Pembelajaran. Seperti meminta masukan saat dikusi; mengakui keterbatasan dalam pengetahuan, informasi dan keahliannya; mengajukan pertanyaan yang mengeksplorasi; mendengar dengan serius; mendorong cara pandang yang majemuk,;menyediakan ruang untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah dan tantangan yang dihadapi.

Sebagai alat diagnosis tiap balok tersebut memiliki subkomponen dan langkah intervensi yang dapat diukur dan dilakukan secara terpisah. Sebagai proses, balok sesungguhnya saling melengkapi satu sama lain bahkan pada tingkat tertentu bersifat tumpang tindih. Sebagaimana dapat dijelaskan bahwa perilaku para pimpinan sangat membantu dalam penciptaan dan pemeliharaan atmosfir pembelajaran, dan atmosfir yang seperti ini mempermudah para manajer dan karyawan melakukan praktek pembelajaran dan penerapan secara efisien. Proses ini juga pada gilirannya menyediakan kesempatan kepada pimpinan untuk menjaga atmosfir pembelajaran dalam dirinya ataupun tim yang dipimpinnya. Demikian seterusnya.

Walaupun terkesan rumit, pada dasarnya isi dari ketiga balok landasan tersebut merupakan hal sederhana yang dapat kita jumpai dan praktekkan segera dalam lingkungan kerja di unit yang paling kecil misalnya dalam tim kerja Anda. Silahkan lakukan diagnosis dalam tim kecil Anda masuk ke http://los.hbs.edu/ ; aspek mana yang kuat dan mana yang lemah, lalu bandingkan dan diksusikan perbedaan Anda. Terakhir buat rencana dan lakukan perbaikan yang disepakai untuk memperkokoh daerah yang masih lemah. Evaluasi dan lakukan penyesuaian. Jadi singkat kata tidak ada lagi cerita di mana Anda dan tim Anda merasa menjadi korban dari kecerobohan organisasi dalam soal pembelajaran. Mengapa? Karena Anda sudah menghidupkan bibit organisasi pembelajar dalam unit Anda sendiri. Selamat mencoba.

Tidak ada komentar: